Hak Oposisi
Aku bilang tidak,
Aku bilang ya,
Menurut nuraniku.
Kamu tidak bisa mengganti
Nuraniku dengan peraturan.
Adalah tugasmu untuk membuktikan
bahwa kebijaksanaanmu
pantas mendapat dukungan.
Tapi dukungan –
Tidak bisa kamu paksakan.
Adalah tugasmu
Untuk menyusun peraturan
Yang sesuai dengan nurani kami.
Kamu wajib memasang telinga,
– selalu,
Untuk mendengar nurani kami.
Sebab itu, kamu membutuhkan oposisi.
Oposisi adalah jendela bagi kamu.
Oposisi adalah jendela bagi kami.
Tanpa oposisi: sumpek.
Tanpa oposisi: kamu akan terasing dari kami
Tanpa oposisi, akan kamu dapati gambaran palsu tentang dirimu.
Tanpa oposisi kamu akan sepi dan onani.
Hal. 11
Kesaksian
tentang Mastodon-Mastodon
Pembangunan telah dilangsungkan.
Di tanah, di air, dan udara sedang berlangsung perkembangan.
Aku memberi kesaksian
bahwa di Jakarta
langit, kelabu hambar dari ufuk ke ufuk.
Rembulan muncul pucat
Seperti istri birokrat yang luntur tata riasnya.
Sungai mengandung pengkhianatan
Dan samudra diperkosa.
Sumpah serapah keluar dari mulut sopir taksi.
Keluh kesah menjadi handuk bagi buruh dan kuli.
Bila rakyat bicara memang bising dan repot.
Tetapi bila rakyat bisu itu kuburan.
Lalu apa gunanya membina ketenangan kuburan,
bila ketenangan hanya berarti kemacetan peredaran darah?
Aku memberi kesaksian
bahwa negara ini adalah negara pejabat dan pegawai,
Kebudayaan priyayi tempo dulu
diberi tambal sulam
Dengan gombal-gombal khayalan baru
bagaikan para pangeran di zaman prailmiah.
Para pangeran baru bersekutu dengan cukong asing,
memonopoli alat berproduksi dan kekuatan distribusi.
Para pedagang pribumi hanya bisa menjual jasa
atau menjadi tukang kelontong
boleh menjadi kaya tetapi hanya mengambang kedudukannya.
Tirani dan pemusatan
adalah naluri dan kebudayaan pejabat dan pegawai.
Bagaikan gajah para pejabat menguasai semua rumput dan
daun-daunan.
Kekukuhan dibina,
tetapi mobilitas masyarakat dikorbankan.
Hidup menjadi lesu dan macet.
Ketenangan dijaga
tetapi rakyat tegang dan terkekang.
Hidup menjadi muram, tanpa pilihan.
Aku memberi kesaksian,
Bahwa di dalam peradaban pejabat dan pegawai
filsafat mati
dan penghayatan kenyataan dikekang
diganti dengan bimbingan dan pedoman resmi.
Kepatuhan diutamakan,
Kesangsian dianggap durhaka.
Dan pertanyaan-pertanyaan
dianggap pembangkangan.
Pembodohan bangsa akan terjadi
Karena nalar dicurigai dan diawasi.
Aku memberi kesaksian,
gajah-gajah telah menulis hukum dengan tinta yang munafik.
Mereka mengangkang dengan angker dan perkasa
tanpa bisa diperiksa,
tanpa bisa dituntut,
tanpa bisa diadili secara terbuka.
Aku bertanya:
Apakah ini gambaran kesejahteraan
dari bangsa yang mulia?
Aku memberi kesaksian,
bahwa gajah-gajah bisa menjelma menjadi mastodon-mastodon.
Mereka menjadi setinggi menara dan sebesar berhala.
Mastodon-mastodon yang masuk ke laut dan menghabiskan semua
ikan.
Mastodon yang melahap semen dan kayu lapis.
Melahap tiang-tiang listrik dan film-film impor.
Melahap minyak kasar, cekngkih, kopi, dan bawang putih.
Mastodon-mastodon ini akan selalu membengkak, selalu lapar
selalu terancam
selalu menunjukkan wajah yang angker
dan mengentak-entakkan kaki ke bumi.
Maka mastodon yang satu
Akan melotot kepada mastodon yang lain.
Matahari menyala bagaikan berdendam.
Bumi kering
Alam protes dengan kemarau yang panjang.
Mastodon-mastodon pun lapar
dan mereka akan saling mencurigai.
Lalu mastodon-mastodon akan menyerbu kota.
Mereka akan menghabiskan semua beras dan jagung.
Mereka akan makan anak-anak kecil.
Mereka akan makan gedung dan jembatan.
Toko-toko, pasar-pasar, sekolah-sekolah,
masjid-masjid, gereja-gereja,
semuanya akan hancur.
Dan mastodon-mastodon masih tetap merasa lapar,
selalu waswas,
tak bisa tidur,
yang satu mengawasi yang lain.
Aku memberi kesaksian,
seandainya kiamat akan terjadi di negeri ini,
maka itu akan terjadi tidak dengan pertanda
bangkitnya kaum pengemis,
atau munculnya bencana alam,
tetapi akan terjadi dengan pertanda
saling bertempurnya mastodon-mastodon.
Hal.12-15
Sajak Bulan
Mei 1998 di Indonesia
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja.
Bangkai-bangkai yang tergeletak lengket di aspal jalanan.
Amarah merajalela tanpa alamat.
Ketakutan muncul dari sampah kehidupan.
Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah.
O, zaman edan!
O, malam kelam pikiran insan!
Koyak moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan.
Kitab undang-undang tergeletak di selokan.
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja!
Dari sejak zaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari keinginan para politisi, raja-raja, dan tentara.
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan!
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur!
Berhentilah mencari Ratu Adil!
Ratu Adil itu tidak ada.
Ratu Adil itu tipu daya!
Apa yang harus kita tegakkan bersama
Adalah Hukum Adil.
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara.
Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata:
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat,
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa,
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan,
maka rakyat yang terkekang akan mencontoh penguasa,
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya.
Wahai, penguasa dunia yang fana!
Wahai, jiwa yang tertenung sihir takhta!
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati?
Apakah saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan!
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi.
Air mata mengalir dari sajakku ini.
Hal.20-21