Saya
menggunakan huruf besar semua pada kata tesis karena sedang tersadar dan kaget
bahwa sekarang sudah hampir tengah Oktober. Semester yang berlangsung
sudah dimulai sejak bulan September dan saya merasa belum membuat
kemajuan berarti terkait dengan tesis.
Hal-hal yang terjadi belakangan seperti pernikahan, penyesuaian dengan status dan situasi baru sebagai konsekuensi menikah, menulis untuk riset, menjadi wakil kepala divisi piano klasik, menjadi host untuk bedah buku kekayaan negara dari program kesejahteraan sosial yang sama sekali berbeda dengan bidang yang saya tekuni (yang meskipun dalam proses mempelajari dan mengalaminya saya agak menderita seperti ikan yang diminta memanjat pohon, dengan pengalaman tersebut saya merasa diingatkan bahwa pertama, memperluas horizon dengan terlibat dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan itu hal baik yang bisa membuat kita tetap membumi dan melihat bahwa ada hal-hal penting lain di luar sana yang dekat sekali dengan kita, kedua, pengetahuan kita sebagai manusia sangat-sangat terbatas dan kita tak akan bisa memahami semuanya, ketiga, setiap orang seharusnya memang memiliki fokus dan kepakaran fokus masing-masing dan seharusnya saling menghargai satu sama lain) kata-kata dalam kurung terlalu panjang sampai saya lupa sampai mana.
Hal-hal
yang terjadi belakangan dari yang bisa saya sebutkan disini hingga yang
tidak bisa saya sebutkan disini yang memicu berbagai emosi hingga
mendekati kegilaan dan depresi, agak mengalihkan fokus saya bahwa tesis
ini sangat penting supaya saya bisa lulus tentunya (sebenarnya membaca
dan menulis untuk riset juga sangat membantu mengetahui arah penulisan
tesis, tetapi ironisnya seperti musik atonal, semakin jelas aturannya,
semakin kacau kedengarannya). Dua semester lalu, waktu bercakap-cakap
dengan teman-teman sekelas yang sedang pada ngeri membayangkan situasi
tesis, saya menyemangati dan berkata "Kita pasti lebih mudah
menulis tesis karena sudah terbiasa menulis paper-paper hampir tiap
minggunya (kurang tidur dan pegal-pegal itu biasa)." Kenyataannya,
secara manusiawi, optimisme saya mengalami pasang surut.
Sejak kemarin, karena deadline makin dekat (kami diharapkan menyelesaikan tesis tengah November karena semester dengan bulan Desember dan Januari adalah semester yang berisiko banyak libur asyik) saya merasa ngeri dan terpicu untuk membaca dan menulis dengan pantas selayaknya orang serius yang sedang tesis. Dalam prosesnya, saya teringat perkataan dari pembimbing skripsi saya yang baik hati dan punya kebajikan sebagai dosen filsafat (pak Harsa, yang sekarang adalah pembimbing tesis saya juga), di sela apresiasi dan kritik terhadap upaya saya di acara bedah buku saya dulu, beliau pernah berkata juga bahwa nanti kalau saya sudah lebih dewasa (nampaknya secara pemikiran), saya akan berubah pandangan atas pernyataan-pernyataan dalam skripsi saya. Dan beliau betul. Entah saya lebih dewasa atau apa, tesis saya dapat dikatakan sebagai entah pelengkap atau pembantah skripsi saya. Tetapi meskipun sudah usang, skripsi saya masih berguna dan tanpanya saya tidak akan melakukan lompatan dan perubahan pemikiran. Saya hanya bisa selalu setuju pada Heraclitus, yang abadi memang hanya perubahan.