16 April 2018

Saya yang Cinta pada Keindahan

Saya serakah pada keindahan.
Saya mengagumi bunga-bunga di toko dari kejauhan selama bermenit-menit,
lalu mendekati dan menatap mereka lagi selama bermenit-menit.

Saya menggenggam bunga-bunga pilihan di pelukan saya sepanjang jalan.
Di rumah, saya memotong dahan dan menata mereka sesuai keinginan saya,
lalu saya mendekati dan menatap mereka lagi selama bermenit-menit.

Lewat, mengunjungi, menghirup, menyentuh, menatap mereka bermenit-menit.

Hari demi hari merawat, mengganti air, dan menunda kematian mereka,
menyadari perubahan harian, mengagumi keindahan, mengelus kelembutan, menghirup harum, mengamati tekstur dan helaian kelopak mereka.

Saya serakah pada keindahan.
Saya mengagumi kemiripan, ketidakmiripan, kecantikan, kejelekan, keseimbangan, ketidakseimbangan, kegembiraan, kesedihan, kerinduan, kejijkan, kengerian, keanehan, keabsurdan, kekonyolan, dan ke-nyata-an dari tiap karya seni di museum.
Menatap dari jauh dan dari dekat, mengamati tekstur dan bahan mereka, menerka ide dan konteks, dan membayangkan situasi zaman mereka.
Berjalan hilir mudik, berputar kembali ke karya-karya yang sama selama berjam-jam. Duduk ketika lelah, membiarkan pikiran berkelana sebelum tubuh kembali menjelajah.

Saya serakah pada keindahan.
Saya senang memainkan musik-musik yang sama di piano hingga ratusan kali, merasakan gerakan, kelelahan, dan kenikmatan yang sama.
Saya senang mendengarkan musik-musik yang serupa hingga ribuan kali.
Saya menangisi musik-musik yang serupa berpuluh kali, merasakan sensasi emosi yang membuka luka, merasakan cerminan jiwa, memahami jiwa sendiri, larut dalam semesta.

Saya serakah pada keindahan.
Saya senang berlama-lama menatap sungai dan danau, menghirup bau laut, menatap bentuk awan, dedaunan, pepohonan, rerumputan, bunga-bunga, dan hewan-hewan liar.

Dalam melakukan semua hal itu,
saya sadar bahwa saya serakah pada keindahan,
memiliki ruang khusus, dan butuh untuk terus mengisinya.