Saya serakah pada keindahan.
Saya mengagumi bunga-bunga di
toko dari kejauhan selama bermenit-menit,
lalu mendekati dan menatap
mereka lagi selama bermenit-menit.
Saya menggenggam bunga-bunga
pilihan di pelukan saya sepanjang jalan.
Di rumah, saya memotong dahan
dan menata mereka sesuai keinginan saya,
lalu saya mendekati dan menatap
mereka lagi selama bermenit-menit.
Lewat, mengunjungi, menghirup,
menyentuh, menatap mereka bermenit-menit.
Hari demi hari merawat,
mengganti air, dan menunda kematian mereka,
menyadari perubahan harian, mengagumi
keindahan, mengelus kelembutan, menghirup harum, mengamati tekstur dan helaian
kelopak mereka.
Saya serakah pada keindahan.
Saya mengagumi kemiripan,
ketidakmiripan, kecantikan, kejelekan, keseimbangan, ketidakseimbangan, kegembiraan,
kesedihan, kerinduan, kejijkan, kengerian, keanehan, keabsurdan, kekonyolan, dan
ke-nyata-an dari tiap karya seni di museum.
Menatap dari jauh dan dari
dekat, mengamati tekstur dan bahan mereka, menerka ide dan konteks, dan membayangkan
situasi zaman mereka.
Berjalan hilir mudik, berputar
kembali ke karya-karya yang sama selama berjam-jam. Duduk ketika lelah,
membiarkan pikiran berkelana sebelum tubuh kembali menjelajah.
Saya serakah pada keindahan.
Saya senang
memainkan musik-musik yang sama di piano hingga ratusan kali, merasakan
gerakan, kelelahan, dan kenikmatan yang sama.
Saya senang mendengarkan
musik-musik yang serupa hingga ribuan kali.
Saya menangisi musik-musik yang
serupa berpuluh kali, merasakan sensasi emosi yang membuka luka, merasakan
cerminan jiwa, memahami jiwa sendiri, larut dalam semesta.
Saya serakah pada keindahan.
Saya senang berlama-lama menatap
sungai dan danau, menghirup bau laut, menatap bentuk awan, dedaunan, pepohonan,
rerumputan, bunga-bunga, dan hewan-hewan liar.
Dalam melakukan semua hal itu,
saya sadar bahwa saya serakah
pada keindahan,
memiliki ruang khusus, dan butuh
untuk terus mengisinya.