21 January 2014
10 January 2014
Sedikit Tentang New Unconscious
Kira-kira
sekitar tahun lalu di suatu pagi yang sibuk, saya bangun dari tidur yang hanya
berdurasi tiga jam karena sampai rumah agak malam mengerjakan ini itu, lalu begadang
baca ini itu dan tulis ini itu (saya sangat menikmati tidur, jadi tiga jam
terasa sangat sedikit). Pagi itu saya mengendarai mobil ke kampus dengan mengantuk
(saya tidak akan cerita tentang kecelakaan). Bensinnya tinggal sedikit jadi
saya mampir ke SPBU terdekat. Saya minta isi bensin ke mas-mas petugas SPBU lalu
duduk di mobil sambil membuka-buka dompet. Beberapa saat kemudian, mas-mas SPBU
pergi entah kemana dan berganti jadi mbak-mbak dan bilang pada saya bahwa
bensin sudah diisi dan dia bertanya pada saya apa saya sudah membayar? Saya
langsung menjawab bahwa saya sudah membayar ke mas-mas tadi, dan saya juga
menambahkan terima kasih. Lalu saya menyalakan mesin dan pergi. Di perjalanan,
begitu bertemu lampu merah enam puluh detik, saya melirik tas dan kebingungan
melihat dompet saya masih terbuka, ternyata uangnya pun utuh: saya tidak
membayar bensin barusan. Seketika saya langsung mau balik lagi kesana saat itu
juga, tapi karena pertimbangan telat dan ini itu, saya putuskan nanti saja
pulangnya saya kesana untuk bayar (dan tenang, pulangnya saya langsung bayar
kesana, dengan penjelasan apa adanya bahwa saya lupa belum bayar dan dihiasi
tawa lega dari mas-mas dan mbak-mbak SPBU).
Itu contoh
kejadian yang langsung terbayang saat saya baca bab awal dalam buku Subliminal
yang ditulis Leonard Mlodinow (Mlodinow juga menulis The Grand Design bareng
Stephen Hawking, kalau kalian sudah baca juga). Waktu di toko buku, saya
menemukan dua versi dari buku ini, yang satu warna merah, terbitan Penguin,
yang satunya warna hijau, terbitan Vintage. Isinya sama. Saya beli yang merah
karena lebih ukurannya lebih ringkas dan lebih murah sedikit.
Mlodinow
membahas tentang New Unconscious. Tentunya
di awal-awal bertebaran nama Freud karena Freudlah orang rese nan berjasa yang
mencetuskan konsep tentang Unconscious.
Mari singgung
sedikit mengenai Freud dan Unconscious
sebelum ke New Unconsciousnya
Mlodinow. Freud melihat bahwa manusia terdiri dari jiwa dan tubuh (dualisme
warisan Plato), tapi lebih dari itu, Freud juga memiliki gagasan bahwa jiwa
sendiri terdiri dari beberapa bagian; id, ego, dan superego, dan masing-masingnya
berkembang dalam tahap berbeda dalam kehidupan manusia. Secara singkat, id
merupakan bagian impulsif yang dimiliki oleh manusia yang baru lahir (bayi) dimana
semua kebutuhannya harus segera dipenuhi. Id menginginkan pemenuhan hasrat dan
keinginan dengan segera, dan belum dipengaruhi oleh realitas dari dunia luar. Lalu,
ego merupakan bagian dari id yang telah berkembang seiring dengan pengaruh dari
dunia luar. Seperti id, ego memiliki banyak hasrat dan keinginan, namun karena
sudah mendapat pengaruh dari dunia luar, ego memiliki pertimbangan dan strategi
untuk mendapatkan pemenuhan hasrat dan keinginan (Freud mengibaratkan id
sebagai kuda, sedangkan ego sebagai penunggangnya). Ego tidak memiliki konsep
benar dan salah, bagi ego sesuatu itu baik atau buruk bergantung apabila
sesuatu itu dapat memenuhi keinginan tanpa merugikan dirinya sendiri atau id.
Sedangkan superego merupakan sesuatu di atas kuda dan penunggang kuda, yang
memiliki nilai-nilai moral dari masyarakat yang didapatkan dari orangtua,
sekolah, atau literatur yang seseorang baca. Superego mengandung conscience dan ideal self dan kedua hal tersebut dapat membuat seseorang berperilaku
lebih teratur atau pantas, memperlakukan orang lain dengan lebih baik, atau
merasa bersalah ketika melakukan hal-hal yang menyimpang.
Inti dari
pemikiran Freud adalah manusia memulai hidupnya dengan pleasure principle, lalu seiring bertambah dewasa, manusia harus
paham bahwa pleasure principle harus
tunduk pada reality principle. Dalam
proses tersebut, banyak sekali hasrat yang direpresi. Hasrat-hasrat tersebut
masuk ke dalam Unconscious –
Ketidaksadaran. Setiap manusia tentu memiliki tantangan dan rintangan tersendiri
dalam perkembangan kejiwaan, ada yang kuat dan tidak kuat, mereka yang tidak kuat
sering kita sebut sebagai orang sakit jiwa. Beberapa yang lain jauh lebih
berbahaya dibanding yang terlihat sakit jiwa, mereka terlihat wajar dan normal
seperti manusia lainnya, namun yang membedakannya adalah mereka begitu berbisa
dan tidak bisa merasakan empati dan simpati, juga tidak bisa merasa bersalah
apabila melakukan sesuatu yang salah, mereka bisa kita sebut sebagai psikopat.
Mlodinow
berkata bahwa kelakuan manusia merupakan produk dari aliran persepsi, perasaan,
dan pemikiran, baik pada kesadaran dan ketidaksadaran. Mungkin ini yang
melatarbelakangi bahwa psikologi begitu menyukai aliran behaviourisme, karena kelakuan
begitu compact: banyak muatan di
dalamnya. Namun demikian, mengutip Bargh, manusia melakukan hal-hal untuk alasan
yang tidak mereka ketahui. (Contoh sederhana: kadang kita merasa ingin untuk
pergi ke suatu tempat, padahal biasanya kita tidak pergi kesana). Kita sebagai
manusia sering kali mengira bahwa kita merupakan nahkoda dari jiwa kita
sendiri, dan sangat mengerikan ketika kita merasa bahwa ternyata tidak
demikian. Kadang-kadang kita mengalami apa yang disebut dengan psychosis – perasaan terpisah dari
realitas dan berada di luar kendali.
Unconscious yang digagaskan oleh Freud,
sering kali didefinisikan oleh para neuroscientist sebagai “hot and wet; it seethed with lust and anger, it was hallucinatory,
primitive and irrational” sedangkan New
Unconscious adalah yang “kinder and
gentler than that and more reality bound”. Perbedaan lebih lanjut adalah, New
Unconscious yang tidak dapat diakses tidak dianggap sebagai mekanisme perlawanan
atau sesuatu yang tidak sehat, justru dianggap normal sebagai bagian dari proses
evolusi (warisan Darwin). Disini, New
Unconscious memiliki peran lebih penting untuk evolusi, tidak hanya melindungi
kita dari hasrat-hasrat seksual atau kenangan-kenangan mengerikan dan
menyakitkan, namun juga untuk survival sebagai
sebuah spesies. Conscious berperan
penting misalnya dalam mendesain mobil atau menguraikan hukum alam, namun untuk
melindungi diri dari gigitan ular, kecelakaan mobil, dan orang-orang berbahaya,
Mlodinow mengatakan bahwa kita harus berterima kasih pada Unconscious.
Pada
prolog, diceritakan bahwa Peirce, (bukan Pevita, tapi filsuf Amerika, Charles
Sanders Peirce)melakukan perjalanan dari Boston ke New York, dan dalam
perjalanan itu, jam tangannya dicuri. Dia memutuskan untuk menebak pelakunya
dan dia mencurigai salah satu orang dalam perjalanan tersebut. Meskipun orang
itu mengelak (ya, pencuri mana ada yang mau mengaku? Dan ya, Peirce belum punya
bukti) jadi setelah sampai, Peirce menyewa detektif dan intinya, ternyata
identitas pencuri jam tangannya adalah orang yang memang dia tuduh dan curigai.
Spekulasi dari cerita tersebut, para ilmuwan bisa mengatakan bahwa “Ya, itu
kebetulan saja”. Lalu Peirce membuat eksperimen, dimana para subjek tes
tersebut harus menebak benda mana yang lebih berat (padahal beda beratnya hanya
sangat sedikit, berada dalam taraf deteksi minimum), namun dari eksperimen
tersebut, sebesar 60 persen dari para subjek tes dapat menebak mana yang lebih
berat dengan tepat. Itu eksperimen ilmiah pertama yang menyatakan bahwa: the unconscious mind possesses knowledge
that escapes the conscious mind.
Dulu,
pikiran manusia bagaikan kotak hitam yang tidak dapat diakses, namun kini,
teknologi fMRI memungkinkan untuk memetakan aktivitas otak dengan mendeteksi
aliran darah, dan dapat mengumpulkan data dari otak untuk merekonstruksi gambar
dari apa yang seseorang lihat (dan dari rekonstruksi itu ternyata apa yang ada
disana dan apa yang seseorang lihat bisa begitu berbeda). Ada pemahaman baru
mengenai bagaimana cara otak bekerja, dan revolusi ini setidaknya disebut
sebagai neuroscience. Dengan
peralatan modern, kita dapat melihat struktur di otak yang menghasilkan
perasaan dan emosi, bahkan kita dapat mengukur dan memetakan aktivitas saraf
otak yang membentuk pikiran seseorang. Ilmuwan zaman sekarang dapat melakukan
sesuatu yang melampaui berbicara pada pasiennya untuk menebak bagaimana
pengalaman traumatisnya, dengan teknologi, ilmuwan zaman sekarang dapat
langsung menunjuk perubahan otak yang merupakan hasil dari pengalaman traumatis
dan memahami bagaimana pengalaman psikis traumatis dapat mengubah bagian otak
secara fisik. Dalam mengobati pasiennya, Freud (dan para psikolog lain) tidak
dilengkapi dengan peralatan untuk mengeksplorasi, dan dengan sederhana hanya
berbicara pada pasiennya, mencoba menebak apa yang sedang berlangsung dalam
pikiran mereka, mengobservasi dari sana, dan membuat kesimpulan apapun yang
dianggap benar. Bagaimanapun, metode-metode demikian tak dapat diandalkan
karena unconscious tak akan pernah dapat diakses dan disingkap
melalui refleksi dirinya sendiri melalui terapi macam itu, karena mereka berlangung
di bagian di otak yang tak terbuka pada pikiran conscious.
Secara
singkat, itulah yang membedakan New
Unconscious dan Unconscious. Saya
baru baca sedikit sih sebenarnya (dan mau melanjutkan). Selanjutnya silahkan
membaca sendiri. Enjoy!
9 January 2014
(Emotionally) Unhealthy Men
Unhealthy
men yang saya maksud disini bukan laki-laki penyakitan atau yang buncit
kebanyakan makan. Unhealthy disini lebih merujuk pada dimensi mental dibanding
tataran fisikal.
Saat
membuat postingan ini, saya mengalami dan melihat banyak penindasan samar yang
bisa dilakukan pada perempuan; penindasan samar yang mudah dilakukan ini
khususnya pada media sosial. Kebanyakan dilakukan oleh laki-laki pengecut, yang
penis dan akalnya mungkin sama pendeknya.
Pasti
begini kronologinya.
Pertama,
tentunya si laki-laki tertarik pada si perempuan (sepertinya lebih secara
seksual dibandingkan intelektual karena agaknya kapasitas intelektual mereka
tidak mencukupi untuk mengimbangi kapasitas intelektual perempuan).
Kedua,
si laki-laki tidak punya keberanian bagai pejuang dan harga diri yang tinggi,
serta di lubuk hatinya sesungguhnya dia tahu betul bahwa dia akan ditolak
mentah-mentah oleh si perempuan karena dia sama sekali tidak pantas untuknya, namun
kepengecutannya dan kekerdilannya membuatnya mengelak dari hal tersebut, dia tidak
mau penolakannya diketahui secara nyata oleh orang-orang lain.
Maka,
para laki-laki pengecut dan kerdil mentalnya menyusup lewat media sosial.
Mengganggu bagaikan lalat. Mereka lebih buruk dibandingkan lalat. Bahkan lalat
pun bisa bersikap lebih baik, mereka menyingkir bila diusir.
Melalui
kotak masuk di berbagai media sosial, mereka merajalela dan mengganggu. Sekali,
direspon dengan sopan. Kedua kali, direspon dengan enggan. Ketiga kali, si
perempuan sudah merasa cukup terganggu untuk bisa mentolerirnya. Namun bagaimana caranya si perempuan menghindar
dari perhatian yang tidak diinginkan? Satu: mendiamkan, dua: mendiamkan:
tiga: mendiamkan, empat: kesal hingga menangis marah, lima: menyerang
untuk menyadarkan. Namun, lebih bodoh dari orang bodoh sekalipun, si laki-laki
tolol, bodoh dan mengerikan malah tetap saja mengganggu.
Ada
juga, yang menyusup di kotak masuk media sosial: para laki-laki yang hidup di
masa lalu. Mereka lupa bahwa dulu dan sekarang berbeda. Mereka membangun gubuk
reyot di masa lalu dan hidup disana. Kekinian tidak nampak di mata mereka. Mata
mereka ditempeli kotoran mata dari masa lalu. Agaknya obat tetes mata dari masa
kini tak mampu membersihkannya.
Maka,
jenis sama dari laki-laki pengecut dan kerdil ini memaksa dan tidak sadar
sedang memaksa. Mereka meneror dan tidak sadar sedang meneror. Mereka lupa
bahwa mereka tidak bisa selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Mereka lupa
bahwa mereka tidak boleh memaksakan keinginan begitu saja karena si perempuan sama
sekali tidak memiliki keinginan yang sama dengannya. Mereka lupa bahwa hal itu
tidak lain adalah paksaan dan penindasan. Mereka lupa bahwa dalam hubungan yang
baik, kedua pihak sama-sama senang, bukannya yang satu senang, dan yang satunya
menderita. Agaknya mereka kurang membaca buku untuk memperluas wawasan. Penis
dan wawasannya mungkin sama pendeknya.
Lagi,
bagaimana caranya si perempuan menghindar dari perhatian yang tidak diinginkan?
Keindahan selalu menarik dan selalu digunakan dan disalahgunakan. Lalu, haruskah
si perempuan menjelekkan, membodohkan, dan membuat dirinya menjadi tidak
menarik semata-mata agar tidak diganggu lagi? Haruskah si perempuan mengubah
orientasi seksualnya dan membombardirnya di media sosial semata-mata agar tidak
diganggu lagi?
Tidak
perlu, perempuan. Jalani hidupmu seperti biasanya. Lakukan apa yang kau
inginkan. Tetap pintar, tetap cantik, tetap sehat, tetap memukau. Jangan pedulikan
para pengganggu. Mereka tidak layak untuk dapat perhatianmu, secuilpun.
4 January 2014
Tidak=Tidak
Tanda ada dimana-mana, bahkan dalam setiap perilaku. Sayangnya karena dibutakan oleh keegoisan, kebodohan, dan nafsu, tak semua orang mampu dan mau melihat tanda-tanda yang terdapat dalam gerakan tubuh atau perkataan seseorang.
Postingan ini dimaksudkan untuk mencerahkan pikiran laki-laki bodoh yang perlu dicerahkan, semoga masih ada sisa otak yang menempel disana sehingga bisa membaca lalu mencerna yang dibaca. Tidak perlu memaksa, membujuk, berupaya, dan berpura-pura.
Tidak artinya tidak.
Subscribe to:
Posts (Atom)