9 January 2014

(Emotionally) Unhealthy Men

Unhealthy men yang saya maksud disini bukan laki-laki penyakitan atau yang buncit kebanyakan makan. Unhealthy disini lebih merujuk pada dimensi mental dibanding tataran fisikal.

Saat membuat postingan ini, saya mengalami dan melihat banyak penindasan samar yang bisa dilakukan pada perempuan; penindasan samar yang mudah dilakukan ini khususnya pada media sosial. Kebanyakan dilakukan oleh laki-laki pengecut, yang penis dan akalnya mungkin sama pendeknya.

Pasti begini kronologinya.

Pertama, tentunya si laki-laki tertarik pada si perempuan (sepertinya lebih secara seksual dibandingkan intelektual karena agaknya kapasitas intelektual mereka tidak mencukupi untuk mengimbangi kapasitas intelektual perempuan).

Kedua, si laki-laki tidak punya keberanian bagai pejuang dan harga diri yang tinggi, serta di lubuk hatinya sesungguhnya dia tahu betul bahwa dia akan ditolak mentah-mentah oleh si perempuan karena dia sama sekali tidak pantas untuknya, namun kepengecutannya dan kekerdilannya membuatnya mengelak dari hal tersebut, dia tidak mau penolakannya diketahui secara nyata oleh orang-orang lain.

Maka, para laki-laki pengecut dan kerdil mentalnya menyusup lewat media sosial. Mengganggu bagaikan lalat. Mereka lebih buruk dibandingkan lalat. Bahkan lalat pun bisa bersikap lebih baik, mereka menyingkir bila diusir.

Melalui kotak masuk di berbagai media sosial, mereka merajalela dan mengganggu. Sekali, direspon dengan sopan. Kedua kali, direspon dengan enggan. Ketiga kali, si perempuan sudah merasa cukup terganggu untuk bisa mentolerirnya. Namun bagaimana caranya si perempuan menghindar dari perhatian yang tidak diinginkan? Satu: mendiamkan, dua: mendiamkan: tiga: mendiamkan, empat: kesal hingga menangis marah, lima: menyerang untuk menyadarkan. Namun, lebih bodoh dari orang bodoh sekalipun, si laki-laki tolol, bodoh dan mengerikan malah tetap saja mengganggu.

Ada juga, yang menyusup di kotak masuk media sosial: para laki-laki yang hidup di masa lalu. Mereka lupa bahwa dulu dan sekarang berbeda. Mereka membangun gubuk reyot di masa lalu dan hidup disana. Kekinian tidak nampak di mata mereka. Mata mereka ditempeli kotoran mata dari masa lalu. Agaknya obat tetes mata dari masa kini tak mampu membersihkannya.

Maka, jenis sama dari laki-laki pengecut dan kerdil ini memaksa dan tidak sadar sedang memaksa. Mereka meneror dan tidak sadar sedang meneror. Mereka lupa bahwa mereka tidak bisa selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Mereka lupa bahwa mereka tidak boleh memaksakan keinginan begitu saja karena si perempuan sama sekali tidak memiliki keinginan yang sama dengannya. Mereka lupa bahwa hal itu tidak lain adalah paksaan dan penindasan. Mereka lupa bahwa dalam hubungan yang baik, kedua pihak sama-sama senang, bukannya yang satu senang, dan yang satunya menderita. Agaknya mereka kurang membaca buku untuk memperluas wawasan. Penis dan wawasannya mungkin sama pendeknya.

Lagi, bagaimana caranya si perempuan menghindar dari perhatian yang tidak diinginkan? Keindahan selalu menarik dan selalu digunakan dan disalahgunakan. Lalu, haruskah si perempuan menjelekkan, membodohkan, dan membuat dirinya menjadi tidak menarik semata-mata agar tidak diganggu lagi? Haruskah si perempuan mengubah orientasi seksualnya dan membombardirnya di media sosial semata-mata agar tidak diganggu lagi?


Tidak perlu, perempuan. Jalani hidupmu seperti biasanya. Lakukan apa yang kau inginkan. Tetap pintar, tetap cantik, tetap sehat, tetap memukau. Jangan pedulikan para pengganggu. Mereka tidak layak untuk dapat perhatianmu, secuilpun.