Untuk keperluan kuliah, setiap kali saya membaca buku terjemahan bahasa Inggris biasanya buku yang saya baca adalah buku filsafat dari filsuf-filsuf Jerman atau Perancis. Kadang saya mengalami yang namanya lost in translation, sebab dalam mencoba memahami dan menafsirkan, tentunya saya menerjemahkan juga bacaan dari bahasa Inggris, yang tadinya berasal dari bahasa Jerman atau Perancis, kadang ada istilah dari bahasa Yunani atau Latin, kadang pula ada istilah-istilah yang diciptakan oleh para filsufnya sendiri yang bahkan tidak ada terjemahannya dalam bahasa mereka. Bagi saya itu adalah hal yang seru.
Saat termenung atau pusing dengan bacaan, saya kadang melakukan hal-hal tidak penting untuk mengatasi kebosanan, misalnya dengan mengecek kucing-kucing di Neko Atsume atau mencari tahu siapa orang luar biasa yang bisa menerjemahkan tulisan ajaib seperti itu. Setelah saya mencari nama mereka di google, biasanya para penerjemah itu adalah para profesor atau doktor dari Inggris atau Amerika. Gelar akademik mereka tentu membanggakan, tetapi mereka tidak memajangnya pada buku yang mereka terjemahkan. Jangankan mereka para profesor, para filsuf dengan gelar profesor atau pujian-pujian akademis dan kemanusiaan yang membanggakan sekalipun tidak pernah memajangnya pada buku-buku yang mereka tulis.
Nama mereka justru lebih besar dari rentetan gelar yang mengikuti nama mereka.
Amat sangat berbeda dengan di Indonesia, tiap kali ada profesor atau dosen yang menerbitkan buku, mereka akan memajang gelar-gelar di buku mereka. Itu masih lebih baik sih menurut saya, lagipula peletakkan gelar adalah hal biasa di dunia akademis dan masih ada gunanya. Yang lucu bagi saya adalah melihat rentetan gelar pada selembar undangan pernikahan. Gelar menandakan pendidikan sarjana, magister, naik haji (yang kalau anda belum tahu gelar haji dan hajah itu adalah warisan dari kolonialisme Belanda untuk mengawasi tindakan orang-orang yang telah ibadah haji). Kalau saya sudah kenal orangnya tentu saya sudah tahu apa saja kegiatan mereka, maka gelar-gelar itu tidak penting dan tidak relevan lagi. Tapi kalau saya tidak kenal orangnya, misalnya undangan pernikahannya ditujukan pada ibu saya, saya kadang terheran-heran juga bagaimana saya tidak pernah mendengar orang dengan rentetan gelar panjang dan dashyat begitu, bagaimana saya tidak tahu apa saja yang ia lakukan. Pertanyaan yang selalu melintas adalah: apa pentingnya sih gelar-gelar itu? Memangnya siapa yang peduli?