29 August 2017

Futile


"A wise person never knows all, only a fool knows everything. 
Nothing is to be gained by arguing with fools. Never argue with fools, they will drag you down to their level and beat you through experience."

28 May 2017

Menjarak/Produk Favorit 2017

Berita-berita buruk tentang negeri ini yang meliputi kebodohan, kekerasan, intimidasi, terorisme, ekstrimisme, dan bigot-bigot memang melelahkan, apalagi bila kita tahu bahwa mereka sudah berada di sekitar bahkan di keluarga sendiri (please stay safe, physically and mentally!). 

Saya pernah membaca dan menonton Persepolis karya Marjane Satrapi, yang merupakan otobiografi dia yang menggambarkan masa kecil, remaja, dan dewasanya dalam situasi perang Iran-Iraq dan revolusi Islam (yang malah menjurus ke ekstrimisme). Kita bisa ikut merasakan kengerian dalam situasi keseharian yang berbalik dengan sangat drastis, kebebasan dan kemanusiaan jadi tidak terasa lagi, sementara teror, razia, dan polisi moral yang menciduk dan membunuh lalu menjadi pemandangan sehari-hari. Betapa ngerinya hidup seperti itu, tapi betapa beruntungnya dia kemudian bisa belajar ke Wina dan setelah sempat kembali ke Iran, memutuskan pergi selamanya dan tinggal di Prancis. Dengan kondisi negeri kita sekarang, terbayang bahwa negeri ini bisa saja jatuh seperti Iran tahun 1980 dulu (juga Syria, Afganistan, Pakistan, dll?).

Isi berita besar belakangan antara lain Ahok dipenjara, sementara Rizieq kabur, bom meledak di Kampung Melayu, anak-anak dengan kasualnya teriak membunuh, juga kemarin saya baca bagaimana Fiera, seorang dokter perempuan di Sumatera Barat yang berani mengemukakan pendapatnya di Facebook kemudian diintimidasi dan diteror, tidak hanya melalui pesan ke hp dan sosial media, tetapi hingga ke tempatnya bekerja dan ke rumahnya juga oleh FPI dan para pengikutnya, hidupnya tidak tenteram dan ia mesti memutuskan untuk pindah dari kota tersebut demi keamanan dirinya dan dua anaknya. Lihat saja, kelompok dan pengikutnya yang merasa paling benar itu merajalela dan dengan mudah melakukan kekerasan. Kata teman baik saya, bagi mereka kebenaran itu asal disisipkan takbir saja. Tidak peduli mengenai apa, menyakiti dan merugikan orang lain atau tidak. Ironis sekali, untuk agama dengan kitab suci yang lumayan tidak kontradiktif, apalagi katanya wahyu pertama ke nabi Muhammad dimulai dengan perintah "Bacalah!", malah berkembang biak yang mengaku beragama Islam tetapi sempit wawasan, malas berpikir, dan rajin menggunakan kekerasan psikis ataupun fisik. Pembelaan diri mereka adalah: kami tidak tahu banyak, jadi selama ini asal dengar dan patuhi perintah saja (masalahnya, perintah siapa?). Dengan kefanatikan buta yang luar biasa, pikiran dan perasaan sudah tidak berfungsi lagi (atau memang dari dulu sudah tidak berfungsi sehingga bisa terjerumus ke arah sana?). Islam yang mestinya menggambarkan kedamaian, malah jadi kebalikannya di tangan mereka. Konyolnya juga, mereka tidak sadar bahwa mereka adalah salah satu dari yang membuat citra Islam menjadi seperti itu.

Bagaimanapun, kita tetap harus menjaga pikiran dan tubuh supaya tetap fit jadi bisa berpikir dan bertindak dengan pantas sebagai manusia, atau makhluk Tuhan yang terbaik, kalau kamu lebih suka istilah itu, atau khalifah, kalau kamu lebih suka istilah itu. Apapun deh. Menjarak sedikit dan memikirkan hal lainnya itu perlu, misalnya memikirkan beauty products? Beneran deh tadinya saya hanya mau nulis hal kecil tentang beauty products. Anyhow, produk-produk ini menemani saya belakangan dan juga merupakan favorit saya:


1. Missha M Perfect Cover BB Cream SPF 42/PA +++ (no.21)
BB cream Missha ini bagus banget. Teksturnya halus dan ringan, meratakan warna kulit; seperti lingkaran hitam di bawah mata, membuat pori-pori kulit terlihat mengecil, dan menutupi urat halus kemerahan di wajah saya juga. Saya langsung berhenti pakai produk BB dan cushion lainnya dan pakai ini saja kalau mau pergi.
2. Burt's Bees Coconut and Pear Lip Balm
Wangi kelapanya menyenangkan, dan yang penting super melembabkan buat bibir saya yang mudah kering ini. Saya selalu pakai sebelum pergi (di bawah lipstik atau di bawah lip balm lagi tapi yang berwarna) dan sebelum tidur. 
3. Avène Eau Thermale 
Spray wajah ini cocok dipakai setelah panas-panasan (biasanya kulit saya jadi merah kalau kelamaan terpapar sinar matahari), kalau kulit sedang mengelupas, atau seperti mau tumbuh jerawat. Air yang dari mata air entah dimana ini bisa menenangkan kulit saya yang sensitif.
4. L'OCCITANE en Provence Cherry Blossom Face Mist
Spray wajah yang katanya dari air bunga sakura ini wanginya cantik, elegan, menenangkan, formulanya sendiri menyegarkan dan entah bagaimana juga melembabkan. Saya biasanya pakai ini sebelum tidur dengan harapan mimpinya jadi lebih indah karena wanginya menenangkan (biasanya itu hanya harapan sih).

Jangan lupa, harapan membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik adalah hal penting yang membuat tindak kebaikan masih bisa bergulir. 

17 May 2017

Merasa Supaya Memahami, "Seperti Para Penyair"

Ulasan Buku Sajak “Seperti Para Penyair”, Karya Sabiq Carebesth

Secara definisi, puisi merupakan tulisan yang biasanya memiliki bahasa figuratif dan tertulis dalam barisan terpisah yang seringkali memiliki irama dan rima berulang. Secara personal, puisi merupakan upaya memunculkan apa yang tersembunyi, yang seringnya lebih dekat dengan berbagai emosi gelap, dengan cara lebih indah. Emosi itu abstrak, hingga kita mewujudkannya melalui kata-kata. Tetapi kita merasa bahwa kata-kata terkadang tidak mencukupi untuk menggambarkan begitu dalam, luas, dan rumitnya apa yang kita rasa.

Dalam kesibukan dunia, kadang kita melalui hari dengan hampa tanpa rasa, karena itu jauh lebih mudah dibanding merasa. Karena mungkin kita takut menderita dengan merasa. Kita melalui hari-hari bernama sama, dengan kegiatan yang sama, hingga tanpa terasa hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Bersinggungan dengan buku sajak Sabiq Carebesth “Seperti Para Penyair”, kita seperti diingatkan lagi untuk lebih merasa, untuk lebih peka, pada setiap kejadian yang kita lewati begitu saja. Kita juga diingatkan bahwa tidak apa-apa untuk sesekali membiarkan memori mengunjungi kita. 

Sabiq menguraikan yang diamatinya dari kejadian keseharian, juga menguraikan yang disuguhkan dalam kepalanya dari memori. Keteguhan perempuan pekerja menghadapi kerasnya hidup, juga jalinan kusut industri, kelas, uang, penderitaan, dan Tuhan digambarkan dalam puisi “Sajak Remaja”. Ia perempuan ayu yang mengejar bus di pagi hari untuk bekerja di pabrik lalu pulang tengah malam ke kontrakan sempit. Ia berpaling dari Tuhan yang mungkin ia anggap tak mampu melindungi. Tuhan tak bisa mencegahnya berpaling, tapi Tuhan maha pengampun dan tahu di dalam hatinya ada cinta-Nya. Seperti seorang yang terus mengamati, sosok “aku”, kemudian tahu bahwa perempuan itu telah pergi. “Aku” disergap kesendirian, tetapi dengan rela melepas dan mendoakan.
Dan aku sekarang sendiri
Duduk menatap roti
Yang dulu kau bikin sepanjang hari
Yang tak pernah bisa kau beli
(kutipan dari puisi Sajak Remaja, hal. 3)

Menelusuri halaman-halaman buku sajak ini, kita akan temui cinta, hasrat, duka, pencarian, kerinduan, kegelisahan, kekecewaan, penyesalan, penderitaan, kenangan pahit, kenangan manis, kenangan pahit-manis, juga kepasrahan. Sebagai manusia, memang ada hal yang tidak dapat kita pilih dan tidak dapat kita hindari yang disebut dengan faktisitas. Hidup dalam tiga dimensi waktu, masa kini, masa lalu, dan masa depan, manusia kadang kebingungan dan tak berdaya atas berbagai rasa yang menyergapnya dari berbagai dimensi waktu.
Kenangan memang hampa,
tapi hujan memberinya nyawa.
Kita jadi teringat pada gelak tawa yang dulu,
sayang hujan reda, dan kita telah berlalu…
(kutipan dari puisi Tarian Musim Hujan, hal. 12)


Kesendirian, ketakberdayaan, dan penderitaan yang umum dialami masyarakat kota nampak dalam puisi “Dalam Tungku Waktu Sajak-Sajak Membakarku”. Di balik kota yang riuh dan berkilau, dengan rumah ber-AC yang nyaman, “aku” jatuh iba pada hasrat manusia kota. Tetapi bagai sudah tersesat dalam pusaran riuh, “aku” sendiri tak berdaya.
Kutunggu kapal-kapal berlabuh
Kapal-kapal kekosongan
Yang tersesat dari dermaga
Didorong angin dari ujung waktu
Buat menyusulku kembali
Menjemputku pada derita sehari-hari
(kutipan dari puisi Dalam Tungku Waktu Sajak-Sajak Membakarku, hal. 20)


Setiap manusia, dengan keberbedaan dirinya, keberbedaan pengalamannya, keberbedaan kesanggupannya, keberbedaan pengetahuannya, keberbedaan pemaknaannya, tentu memahami setiap hal dan bertindak dengan sangat berbeda. Kadang rapuh, kadang kuat, sudah merupakan jalan manusia untuk terus membawa berbagai beban mereka sendiri sepanjang hidupnya, dan sudah merupakan tugas manusia untuk berupaya memahami dunia dalam perjalanannya. Karena pikiran dan perasaan harus bekerja sama untuk menghasilkan makna yang dapat menggerakkan, di suatu kesempatan, manusia mesti bisa memahami dengan merasa, seperti para penyair.

12 May 2017

Untuk yang Senang Ritual tapi Tidak Spiritual

Kalian bisa berpura-pura suci, mengenakan atribut semu.

Kalian menggemari satu warna, gaya, dan benda yang membuat kalian merasa lebih tinggi, suci, dan benar daripada orang lainnya. Tapi penggunaan dan pilihan kalian untuk yang itu-itu saja bukan menggambarkan konsistensi, melainkan kesempitan pikiran yang mewujud di segalanya.

Kalian ingin menghargai, tapi kalian gemar merasa iri.

Kalian ingin dihormati, tapi kalian gemar mempermalukan orang lain.

Kalian ingin menyatakan diri sebagai orang yang rendah hati, tapi kalian gemar merendahkan orang lain. 

Kalian ingin membuat diri kalian nampak baik dan mulia, tapi kalian melakukannya dengan menjelek-jelekkan orang lain. Membuat cerita yang tidak-tidak yang bersumber dari rasa iri dan benci, menghasut supaya orang lainnya sepaham dengan kalian dan ikut membenci. 

Kalian ingin menyatakan diri sebagai orang yang penyayang, tapi kalian gemar membenci orang lain tanpa alasan yang masuk akal. 

Bicara tentang apa yang masuk akal, kalian gemar menggunakan kata logika, tapi tidak tahu apa itu logika dan bagaimana bernalar dengan benar dan sahih.

Kalian berjungkir balik dan mondar mandir dalam ritual, tetapi hancur lebur dalam perkataan dan perbuatan.

Kalian menjunjung kitab suci, tapi mudah saja dibodohi oleh kepentingan para penguasa dan pemilik modal dalam agenda korup yang bersampul keagamaan.

Kalian menyatakan mendapat orgasme keagamaan yang mistis dari perkumpulan, demo belakangan, dan sejenisnya, tapi sudah di dalamnya pun tetap saja kalian tak sadar bahwa itu tak lain dari pesta kostum dibarengi luapan agresi, frustrasi, dan ambisi.

Kalian membanggakan idola kalian, tapi mengidolakan badut megalomania-narsis-keji-yang suka menyebar kebencian itu membuktikan kegagalan pengetahuan, akal sehat, dan hati nurani kalian. Idola yang kalian pilih pun mencerminkan betapa persisnya kalian dengannya.

Kalian turut melancarkan penahanan orang yang selama ini sudah memajukan pembangunan kota bahkan negara dengan ajaran sikap jujur dan tegasnya dengan mencari nila setitik dan memperbesarnya sedemikian rupa, tapi kalian menutup mata dan telinga atas tumpukan keburukan idola kalian yang berbagai kasusnya sudah dilaporkan sekian kali. Hukum punya kecenderungan tidak adil dan kalian membantunya, demi gagasan yang keliru atas persatuan, persaudaraan, dan keagamaan.

Kalian dengan kalap sembarang percaya dan menuduh bahwa negara ini bakal hancur karena komunis, antek asing, atau negara lain yang mau mencaplok. Omong-omong, memang kalian tahu komunis itu apa, apa ide dasarnya, bagaimana sejarah munculnya, bagaimana sejarah disini penuh rekayasa? Atau kalian hanya sembarang ucap? Dalam kegelapan, kalian percaya berita palsu dan picisan, yang sumbernya saja tidak kalian ketahui.. Oh tunggu, kalian tahu itu dari whatsapp group, dari youtube, dengan khidmat kalian dengarkan suara robot yang membeberkan ulasan tak berbobot. Toh bagi kalian, justifikasi itu yang penting berantai dari kelompok kalian. Dalam kegelapan, kalian sembarang bergerak, menabrak, dan menggertak.

Argumen kalian lemah, lalu bukannya meninggikan argumen, kalian malah meninggikan suara dalam berbicara, supaya terdengar besar, supaya didengar. Kalau orang lain tidak setuju dengan kalian, kalian marah, benci, dan mencari alasan untuk membenci. Kalian tidak suka ada yang berbeda, kalian gemar memaksa.

Kalian bisa berpura-pura suci, mengenakan atribut semu. Selamat untuk itu dan selamat berpura-pura.

Tapi dengar bisikan ini; tidak perlu mencari terlalu jauh, sebab yang merusak negara, masyarakat, dan keluarga, justru adalah orang-orang seperti kalian.

14 February 2017

Succulent!







Di suatu pagi, saya menerima sukulen sebagai hadiah ulang tahun dari suami saya. Dimaksudkan sebagai kejutan, karena tempat tinggal kami (masih rumah orang tua saya) agaknya berlokasi membingungkan, saya ditelpon oleh orang grabcar yang katanya mengantar paket buat saya dari alam sutera dan minta arahan lokasi: kejutannya tak kesampaian. Saya mikir, paket apa yang mesti diantar pakai mobil? Entah paketnya besar, ringkih, atau hidup. Saya kepikiran dari mulai samsak tinju sampai kucing baru, yang dua-duanya bagus buat menenangkan seseorang dengan cara yang sangat berbeda.

Ternyata sukulen di terrarium! Waktu terima paketnya saya senang banget karena memang ingin pelihara sukulen tapi waktu sibuk tesis dll dst, tentu itu sukulen tidak bakal keurus sama saya kalau saya sibuk urusin hal lain dengan ekstrem. Tapi karena saya sedang memasuki masa tenang dan senggang yang penting buat saya untuk menemukan diri saya lagi yang sempat hilang di antara buku-buku dan pikiran-pikiran rumit orang lain, saya senang banget dapat sukulen untuk dilihat dan dipelihara. 

Sukulen itu tumbuhan yang tidak manja, hanya butuh sedikit: air, sinar matahari, ruang, dan kepedulian, tapi memiliki kapasitas menyenangkan besar buat yang melihatnya. Beberapa hari pertama, saya hanya memandangi sukulen-sukulen di terrarium itu, tapi setelah menyiram mereka dan melihat terrarium yang tidak berlubang itu, saya memutuskan bahwa mereka perlu tempat yang lebih baik dengan lubang di bawahnya supaya air siraman bisa mengalir ke bawah dan tidak melulu membuat akar mereka lembab, apalagi di musim hujan begini. Besoknya saya pergi ke ace hardware, mitra 10, dan toko-toko tanaman di sepanjang jalan juanda, tapi mereka tidak menjual yang saya cari yaitu pot keramik berlubang dengan ukuran cukup besar untuk memindahkan semua sukulen dari terrarium. Besoknya lagi, salah satu sukulen saya mati kekenyangan, mungkin karena saya terlalu banyak memberi air, mungkin karena dia butuh pot berlubang, mungkin karena alasan lain yang saya tidak tahu, entah.


Belum selesai mendapat pot keramik cukup besar yang berlubang, karena sukulen hijau bentuk bunga mati, saya malah menambah masalah dengan pesan dua sukulen mawar dari toko dahlia di tokopedia. Orang customer servicenya tanggap, ramah, dan sopan, tapi saya menyayangkan sukulen-sukulennya yang tiba dengan kondisi rusak: ukuran mereka yang lebih lebar daripada potnya membuat mereka tergencet dan teriris potnya sendiri selama perjalanan di dalam kotak sepatu, harusnya juga ruang kosongnya diganjal dengan bola kertas koran atau apapun supaya potnya tak bergerak dan lebih stabil.


Dengan cemas, saya googling how to fix a broken succulent dan dari snapguide.com dengan judul artikel How to Propagate from Succulent Leaf Cuttings saya mendapat pencerahan. Saya memungut daun-daun yang patah dan gugur yang kira-kira masih bagus dan bisa berkembang, lalu mensterilkan pisau dan gunting dengan acid water dan api dari pemantik, memotong dan menggunting daun-daun yang rusak (beberapa daun yang rusak saya biarkan karena tidak tega tapi tiga hari kemudian daun yang rusak itu membusuk dan mesti saya potong juga pada akhirnya). Seperti yang terlihat di foto, sukulen sebelah kiri rusak parah, daun-daunnya patah dan gugur, dan sukulen sebelah kanan agak rusak, beberapa daunnya mesti saya gunting.


Untuk memunculkan bayi-bayi sukulen, saya menyiapkan mangkuk dan mengisi bagian dasarnya dengan batu-batu hias kecil, (kerikil juga boleh), campuran 3/4 sekam bakar dan 1/4 media tanam (tanah subur, pupuk kandang, cocopeat, kaptan, dst), lalu menaruh daun-daun sukulen di atasnya, harapannya beberapa hari ke depan sudut hasil potong dan gunting menumpul, lalu saya menyiramnya seminggu sekali, lalu akar tumbuh dari sudut tumpul itu, dan setelah akar tumbuh, saya bisa menanam mereka kembali. Bayi-bayi sukulen akan muncul berbulan-bulan kemudian.


Sementara itu, karena sulit mencari pot keramik, saya pikir lebih baik menggunakan mangkuk keramik cukup besar lalu melubangi dasarnya di toko kaca yang mau mengerjakan permintaan dadakan. Setelah mendapat mangkuk keramik yang sesuai, lalu berhasil melubanginya di toko kaca, saya menanam kembali sukulen-sukulen dari terrarium. Pertama tentunya mengambil sukulen satu per satu dengan hati-hati, mengecek akarnya, mencabut daun bagian bawah bila busuk, mencucinya hingga bersih dari media tanam sebelumnya. Lalu bagian dasar mangkuk saya isi batu-batu kasar yang diambil dari halaman belakang, batu-batu kecil hiasan, (karena sukulen tidak suka bila akarnya terlalu lembab jadi butuh batu-batuan), lalu campuran 3/4 sekam bakar dan 1/4 media tanam (tanah subur, pupuk kandang, cocopeat, kaptan, dst, dan mulailah saya menanam sukulen satu per satu dan menguburnya dengan sekam bakar dan media tanam sedikit-sedikit pakai sendok plastik. Lalu saya merapikan permukaan tanaman dan sekelilingnya dengan ujung gagang sendok plastik, mengecek kembali, menambahkan beberapa dekorasi, membersihkan tepian mangkuk dengan cotton bud, dan selesai. 

Di sela saya yang mondar-mandir mengambil ini itu dan mengerjakan penanaman, tentu saja kucing saya penasaran (padahal tadinya dia tidur), minta perhatian, dan menemani.



Pengerjaan normalnya membutuhkan waktu sekitar kurang dari satu jam. Tapi karena saya konyolnya, melakukan dua kesalahan dan bongkar ulang, pertama menambahkan dekorasi pasir yang diambil dari terrarium tapi karena pasirnya kurang, malah terlihat kotor dan kurang bagus (bagian atas media penanaman sukulen mesti entah hitam dari sekam atau putih dari pasir, campuran keduanya malah terlihat kotor) jadi saya bongkar ulang dan membuat campuran media tanam baru, lalu kedua, setelah itu mengira saya selesai padahal ada satu sukulen yang ketinggalan sehingga saya membongkar ulang lagi dari awal karena susunannya berpengaruh. Entah saya menghabiskan waktu berapa jam tapi itu cukup membuat punggung skoliosis saya pegal-pegal karena membungkuk cukup lama. 



Tapi, hasil akhirnya membuat gembira. Sukulen-sukulen yang cantik dan tampan bergembira di mangkuk baru mereka, saya juga gembira melihat mereka gembira. 

8 February 2017

Magister Humaniora



4 Februari 2017 lalu, sehari setelah saya berulang tahun, saya wisuda. Seperti melakukan hal yang menyenangkan dan mengasyikkan, tidak terasa saya telah melalui proses perkuliahan dan pembelajaran selama empat semester dari semester genap periode 2014/2015 hingga semester gasal periode 2016/2017. Dalam setiap saatnya saya belajar untuk mengetahui bahwa saya tidak tahu apa-apa, juga belajar untuk memahami bahwa berbagai gagasan dan spekulasi mengenai pengetahuan, kebenaran, dan makna kehidupan itu sangat luas sekali. Entah orang bisa terbenam di dalamnya, tersesat di dalamnya, atau dengan berhati-hati menyusurinya. Tetapi selain itu, saya juga belajar untuk memahami bahwa tugas filsafat yang mulia adalah berpikir kritis dan mencintai kebijaksanaan. Dua hal itu sangat penting untuk memajukan masyarakat, yang sayangnya kebanyakan orang-orang di dalamnya masih meremehkan filsafat karena tidak tahu kapasitas mulianya itu. Selesainya tesis dan wisuda memang menandakan selesainya masa studi saya di program pascasarjana Ilmu Filsafat, tetapi belajar merupakan kegiatan yang mesti dilakukan sepanjang hidup.

2 February 2017

Kairos & Metanoia


  relatively healthy breakfast (especially when you have to think and write a lot, or when you just feel a bit guilty after a bad food day)






the cutest, kindest, loyalest calico cat (who waits for me to go home, follows me everywhere in the house, brings me lizards, mouses, and dragonflies, stares at me, and purrs next to me or whenever I pet her)


bedside table (and one of the most difficult philosophy book I have read in the past few months)



the strongest upright piano





beautiful trees and flowers at the university




 
the sweetest, smartest, kindest, cutest, best husband in the entire universe who loves me greatly





There is a vast difference between living, actually living, and merely existing.