Ditangkap, Pria Pemakan Hewan.
Saya terkekeh saat membaca judul
sebuah artikel yang di retweet oleh seorang teman.
Menurut saya judul itu konyol. Konyol
karena kurang keterangan atau karena rasanya memang konyol saja karena paradoks
didalamnya. Entah orang macam apa yang ngasal dalam membuat judul artikel yang
dibaca oleh banyak orang.
Ditangkap, Pria Pemakan Hewan.
Pria Pemakan Hewan Ditangkap.
Apa bedanya pria itu dengan gerombolan
remaja labil atau gerombolan keluarga yang memakan ayam dengan lahap di
restoran ayam cepat saji? Memakan kulitnya, menggigit setiap lapisan dagingnya,
menggerogoti tulangnya.
Ditangkap, Subjek Pemakan Hewan.
Subjek Pemakan Hewan Ditangkap.
Berarti semua subjek yang sedang
makan hewan di restoran ayam terdekat bisa ditangkap.
Berarti semua subjek yang sedang
makan hewan di warung tenda pecel ayam, lele, sate kambing, atau seafood
bisa ditangkap.
Atau tidak?
Subjek-subjek tersebut tetap damai
sentosa makan hewan, tulang-tulang dibuang ditempat sampah. Kulit kerang
berceceran. Dan sebagainya. Dalam sekejap, hewan berpindah ke perut mereka.
Saya baca artikel tersebut.
Ternyata pria itu ditangkap karena memakan anjing peliharaannya hidup-hidup
saat sedang mabuk. Menggigit dagingnya, mengulitinya.
Apa yang membedakan pria tersebut
dari kelompok orang Jepang yang memakan live sashimi? Memakan ikan yang masih
menggelepar dengan sumpitnya? Mencabik daging yang menempel di badan ikan yang
masih menggelepar?
Apa yang membedakan pria tersebut
dari anak kecil yang gembira memegang tusuk sate berisi potongan daging
kambing?
Apa yang membedakan pria tersebut
dari bapak-bapak yang lahap menyeruput sumsum sapi?
Apa yang membedakan pria tersebut
dari ibu-ibu yang memilih potongan daging sapi di pasar?
Katanya sih, pria itu terancam
dipenjara karena tuduhan melakukan kekejaman terhadap hewan.
Bagaimana itu kekejaman terhadap hewan?
Memakan hewan hidup-hidup?
Atau juga
Memakan masakan dari daging hewan?
Memakai tas kulit hewan?
Memakai pakaian berbulu hewan?
Menonton hewan sebagai alat
hiburan?
Menggunakan hewan sebagai percobaan-percobaan?
Menurut saya, semuanya tidak jauh
berbeda. Intinya sama. Mengkonsumsi hewan. Mendiskriminasi hewan. Mendominasi
hewan. Dengan beragam cara. Perbedaan itu hanya konstruksi yang diadakan.
Konstruksi dari yang merasa bahwa ada batas antara yang civilized dan yang uncivilized
yang menurut saya hampir tidak ada bedanya. Hampir semua yang ada didunia ini
rancu. Abu-abu. Membaur jadi satu.
Merasa bersalah, agak bersalah, ngeri atau agak ngeri? Saya mungkin memang ingin membagi rasa itu pada Anda yang kebetulan
membaca.
Padahal sama-sama hewan. Tapi, katanya teks suci.. Khalifah.
Oke. Sintesis dari Hewan dan
Khalifah, Khalifah Hewan? Anggaplah sesederhana itu karena kata tunggal tersebut
malah disalahgunakan sebagai kuasa atas segala sumber daya di alam ini. Bukan merawatnya
dengan sebaik-baiknya, malah seringkali
menggunakan tameng teks suci untuk membenarkan hal yang kurang benar.
Gunakan hati untuk menelaah teks suci. Jangan gunakan kepentingan ketika
menelaah teks suci. *loh kok jadi keterusan membahas hal ini..
Hewan. Animal. Dari kata Animale,
bahasa latinnya: Animalia, atau Anima, berarti nafas yang vital, atau jiwa.
Secara biologis, secara nyata, secara sederhana, hal tersebut
mengindikasikan bahwa semua makhluk yang hidup termasuk manusia masuk dalam
Animalia. Hewan juga.
Kenapa saya iseng saja menulis hal macam ini?
Because we’re supposed to be the
thoughtful animals?