20 June 2012

Dehumanisasi Sendiri


Hari ini saya mengajar piano seperti biasa. Berangkat setelah bangun tidur siang. Saat menunggu murid, saya ber whatsapp-an dengan pasangan saya. Saat menunggu juga, salah satu panca indera saya yaitu telinga saya terasa sangat tidak nyaman, karena murid piano dari ruang sebelah memainkan musik yang menurut saya buruk dan membuat saya sakit kepala karena repetisi not-not yang kacau terus menerus. Mengingatkan saya pada beberapa murid saya yang juga memiliki kondisi demikian dari minggu ke minggu.

Murid-murid saya yang ‘bermasalah’ merupakan murid pindahan dari guru tertentu yang metode belajarnya diakui cukup berantakan dan fondasinya cukup buruk dalam belajar, meninggalkan beban pada guru-guru yang diberi tanggung jawab untuk membenahi murid-murid tersebut (sukar sekali membenahi sesuatu atau seseorang yang dibentuk dengan buruk).

Saya kesal karena seharusnya murid-murid tersebut mempelajari apa yang seharusnya mereka pelajari dirumah dengan sebaik-baiknya. Kalau tidak, seharusnya mereka tidak usah datang ke tempat les dengan bawaan kosong. Waktu 45 menit yang seharusnya digunakan untuk memandu, mengkoreksi, mempelajari sesuatu yang baru malah terbuang habis dengan jajaran not retak di udara dari materi sebelumnya (kalau dalam kartun akan demikian gambarnya). Apa masalah dari murid-murid ini? Kurangnya fondasi yang solid, kurangnya bakat, kurangnya waktu, kurangnya motivasi, ketidakmampuan belajar, ketidakmauan belajar?

Kurangnya fondasi yang solid, mungkin, ibarat manusia diajarkan abjad, mereka belum tau A-Z, setelah diberitahu sejuta kali pun, sukar meresap ke otak. Kurangnya bakat, bukan alasan yang pantas, karena toh sebenarnya bisa dipelajari. Kurangnya waktu, tidak mungkin, mereka bukan orang sibuk yang harus kesana-kesini mengerjakan ini-itu, saya tau betul waktu mereka yang banyak sekali luangnya, entah dihabiskan dengan melakukan apa, kurangnya waktu berlatih baru tepat. Kurangnya motivasi, sebanyak dan sebaik mungkin saya beri motivasi tetapi motivasi terbaik tentu datang dari diri mereka sendiri. Ketidakmampuan belajar, atau ketidakmauan belajar? Mampu belum tentu mau, mau belum tentu mampu. Dua hal ini saling berbelit.

X mampu mengambil emas, tapi X tidak mau karena menurutnya bunga lebih menarik.
Y mau mengambil emas, tapi Y tidak mampu bergerak karena lumpuh.

Menurut saya, segala hal berangkat dari kemauan. We can’t change anything if we can’t change our mind. kecuali mereka dalam situasi lumpuh atau sudah mati, seharusnya ada kemauan untuk mampu melakukan sesuatu. Semua anggota tubuh berfungsi dengan ‘normal’, sehat iya, makan iya, istirahat iya, apa yang kurang?

Pendidikan seharusnya dapat memanusiakan manusia. Ketika ada aliran pendidikan (liberal) yang mendehumanisasikan manusia dan dikritik oleh aliran pendidikan kritis, dalam kehidupan keseharian saya, yang sering saya temukan malah manusia-manusia yang mendapat akses pendidikan, tidak didehumanisasikan oleh pendidikan tersebut, justru menurut saya, mereka yang mendehumanisasikan diri mereka sendiri, mengalienasikan diri mereka dari pendidikan. =_____= What a pity.