3 December 2012

Appointment with Death


“Hal yang membedakan manusia dari makhluk lainnya adalah kesadarannya bahwa ia sedang menuju kematian. Kesadaran dan rasa takutnya ini memaksanya menyadari realitas kehidupannya dan individualitasnya, sehingga memaksanya melakukan sesuatu sebelum waktunya habis”, siapa nih filsuf yang mematenkan pikiran ini? Chat me yaaa... (ala-ala OL shop)

Kapan sih kalian (yang mampir membaca tulisan saya) sadar bahwa kalian akan mati? Setiap sedang makan kue ulang tahun?

Kalau saya, pertama sadar hal itu saat umur 4 tahun. Waktu itu ada telepon yang mengabarkan bahwa paman saya meninggal. Kami langsung pergi ke rumah nenek. Paman saya yang masih remaja itu meninggal karena kecelakaan. Nenek saya berkata bahwa otaknya terburai di jalanan dan beliau sebagai ibunya yang tabah membereskan sisa-sisanya di jalanan itu. Langsung saya yang masih anak kecil itu sadar bahwa kehidupan itu rapuh. Sadar bahwa ada yang namanya kematian.

Masih shock oleh kejadian tersebut, beberapa waktu kemudian, menyusul kejadian ganjil. Saat saya bermain dengan anak kucing, tiba-tiba entah darimana muncul kucing garong yang langsung menggigit leher si anak kucing teman saya itu, kucing garong berlari sambil membawa si anak kucing dimulutnya, saya spontan mengejarnya sambil teriak-teriak galak, sampailah saya di kolong jembatan komplek, di kerimbunan pohon bambu, suasana ganjil membuat saya diam, kucing garong menatap mata saya, saya menatap kucing garong dan anak kucing yang kebingungan tergeletak di tanah. Dengan cepat, si kucing garong mengeluarkan cakarnya dan menggorok leher si anak kucing itu. Dengan cepat si kucing garong lari, menghilang entah kemana. Dengan shock dan bingung, saya menatap si anak kucing teman saya. Darah merembes membasahi bulu putihnya. Tubuhnya kejang-kejang sebelum akhirnya terdiam. Dengan panik dan menangis cengeng saya lari kerumah.

Beberapa waktu berikutnya setiap mau tidur saya yang masih TK itu cemas, besok masih bangun atau nggak, cemas-cemas-cemas-sampai akhirnya, yah, whateverlah, dan bisa tidur dengan pulas.

Kecemasan dan ketakutan pada kematian itu yang menurut saya membuat agama-agama itu tumbuh, dari zaman orang yang masih makan sekedar untuk survival, (daging panggang ditusuk ranting) sampai yang mulai makan dengan estetis (daging panggang dengan bumbu dan hiasan cantik), dan makan dengan etis (daging panggang boleh dimakankah?). Agama tumbuh dengan suburnya karena manusia sadar dengan kematian, dan tidak tahu kemana perginya mereka setelah kematian. Kekaburan-kekaburan yang membutuhkan kejelasan, sehingga muncul konsep surga dan neraka. Konsep afterlife. Konsep sosok penyelamat. Di setiap daerah di dunia, selalu ada beragam agama yang menawarkan hal-hal tersebut. Kenapa manusia butuh surga dan neraka? Karena mungkin bagi beberapa orang dunia justru merupakan neraka yang membakar mereka hidup-hidup, sehingga mereka menginginkan balasan surga yang terindah, karena mungkin bagi beberapa orang, kelakuan orang-orang kepada mereka sungguh buruk dan membuat muak sehingga ingin melempar mereka ke neraka dan ingin melihat mereka terbakar di dalamnya, karena mungkin bagi beberapa orang, hidup di dunia berpuluh tahun itu tidak cukup, mereka begitu serakah ingin hidup selamanya. Di surga tentunya.

Kemana kita pergi setelah kematian? Kita bisa berkontemplasi, tapi tidak tahu dengan pasti.

Selagi masih hidup, hiduplah dengan sehidup-hidupnya, seberguna-gunanya, sebaik-baiknya, sebahagia-bahagianya. Well, sementara itu dulu deh ya, nanti saya tambah lagi kalau sempat.