29 March 2013

Cooking Is Easy

Belakangan ini saya doyan makan banget, dan berhasil naik 2 kilo atau 3 kilo. Yeay.. :( 
Saya memang jarang memasak, masak se-niat-nya saja. Motto memasak saya adalah better rare than never. Tapi kali ini saya mau nulis resep makanan, maunya sih menulis resep sate padang, tapi saya ga bisa masaknya (Haha?). Lalu tadinya mau menulis resep spaghetti, tapi karena sepertinya hampir semua orang sudah bisa membuatnya layaknya memasak mie instan, jadi saya ganti menulis resep Macaroni Shotel.
Percayalah, memasak itu gampang, lebih gampang daripada memainkan Sonata Beethoven op.13 dan membaca tulisan Heidegger!

Macaroni Schotel

Bahan:
1 bungkus (225 g) maccaroni
2 liter air
1 sdt garam
2 sdm margarin
100 g bawang bombay, cincang
1 atau 2 siung bawang putih, cincang
300 g daging kornet atau daging cincang
50 g tepung terigu
500 ml susu cair
1 sdt lada bubuk putih atau hitam
½ sdt pala bubuk
3 butir telur ayam, kocok
200 g keju cheddar, parut
100 g keju mozzarella, parut
1 sdt oregano kering

First aid kit: thrombopop, bioplacenton, betadine, hansaplast (saya gak tau anda bagaimana ya, tapi kalau saya yang memasak biasanya berakhir dengan rentetan produk tersebut, kemarin memasak telur mata sapi saja lengan saya kecipratan minyak panas, kemudian saya jadi sibuk mengoles-ngoles bioplacenton di lengan, lalu pernah waktu mengupas mangga dan memarut kelapa jari saya teriris lalu jadi sibuk membubuhkan betadine sambil jejeritan, too excited -__-)

Cara memasak:
1. Rebus macaroni dalam air yang diberi sedikit garam hingga ¾ matang (aldente!), angkat, tiriskan.
2. Panaskan margarin, tumis bawang bombay dan bawang putih sampai harum, masukkan daging cincang, tumis sampai matang, taburi terigu, aduk rata.
3. Tuang susu cair di mangkuk besar, tambahkan telur, lada bubuk, parutan keju mozzarella dan keju cheddar, kocok lepas.
4. Siapkan loyang (satu loyang besar, atau dua loyang kecil) olesi permukaannya dengan margarin agar adonan tidak lengket (dan lebih mudah mencucinya nanti kalau sudah selesai makan).
5. Tuang adonan di loyang (saya biasanya menata macaroni rebusnya dulu, lalu menambah daging cincang yang ditumis dengan bawang, terakhir menyiram dengan adonan susu cair).
6. Taburi oregano kering dan parutan keju cheddar diatas permukaan adonan.
7. Panggang selama 35-40 menit dengan suhu 180’ celcius di microwave (karena microwave di dapur rusak, saya memanggangnya di atas kompor menggunakan loyang kecil di dalam happy call dengan api sedang)

Ta-da!


Ehem, tampilannya mungkin kurang meyakinkan, tapi serius, rasanya enak loh..

21 March 2013

Siang Makan Selamat


Benar-benar manis rasanya ketika orang melupakan eksistensi kita sampai mereka memerlukan sesuatu dari kita. Manis seperti saccharine.

Hai. Kemana saja anda beberapa minggu ini? Ada tapi tidak ada. Pedulikah anda pada kondisi saya? Tahukah anda apa saja yang saya lalui? Tahukah anda masalah-masalah saya? Pedulikah anda pada keinginan dan harapan saya yang sebenarnya anda ketahui? Tahukah anda saya peduli pada anda dan ingin anda peduli juga pada saya? Oh, tidak apa-apa, saya tahu anda sibuk dan sangat egois. Sementara saya kelihatannya tidak sibuk dan sangat altruis? Toh saya bisa memenuhi kebutuhan saya sendiri dari bensin sampai makanan. Begitu kan yang anda pikir? Toh saya juga dengan senang hati direpotkan mengantar ini itu yang anda perlukan kalau anda meminta. Sementara kalau kita bertemu pun saya hanya berkesempatan bicara sedikit mengenai keinginan saya yang diacuhkan dengan masa bodoh sementara anda lebih tertarik menceritakan kesenangan hari-hari anda serta orang-orang yang anda temui, makanan yang anda makan, dan sebagainya. Sementara anda tidak akan mau tahu bahwa dua hari terakhir sarapan saya adalah obat maag, makan siang dan malam saya berkisar dari cornflakes dan mie instan. Hari-hari saya dipenuhi tugas dan kerjaan ini dan itu. Jadi kenapa anda ingin dan merasa perlu memajang saya di depan teman-teman anda? Seakan anda bangga pada saya dan peduli sekali pada saya? Seakan kalau saya terlihat manis, berpakaian rapi, dan berdiri tegak itu karena anda? Lalu kita bisa tersenyum di depan mereka? Lalu mereka bermanis-manis memuji kita? Lalu saya bisa pulang dengan gundah seperti biasa?

Mood saya sedang buruk sampai tidak bisa merekayasa diri sebagai sekedar pajangan. Jadi maaf saya tidak bisa kesana. Selamat makan siang, Ma.

18 March 2013

Simply Not Simple


Kalo mbak-mbak indomaret ga ngomong ke saya, saya ga bakal sadar kalo saya selama ini pake segala-gala dove dan suka pake dove. Biasanya si mbak-mbak indomaret cuma nyapa saya, “Udah selesai ngajar les ya mbak? Mau pulang?”. Tapi waktu itu dia bilang, “Mbak suka banget ya pake dove?” sambil ngeluarin shampo dan conditioner dove dari keranjang belanjaan saya. Sisanya cemilan-cemilan ga jelas seperti takio, pringles keju, smax ring keju, genji pie dan susu ultra.
Sampai di kamar, setelah melempar belanjaan di lantai, saya langsung ngeh, dari shampo, conditioner, sabun, lotion, sampai deodoran saya merknya dove. -______-

Kalo temen saya (yang jualan jam tangan dan belum berhasil menjual jam ke saya) ga ngomong ke saya, saya ga bakal sadar kalo selama ini pake jam tangan itu-itu aja. Elle studio ED 093. Kalo satpam blok C gak nyapa-nyapa saya, saya ga bakal sadar kalo beberapa kali seminggu saya lewat di rute yang sama dan dijam yang sama.

Apakah ini gejala kantian-hayonitis-syndrome?
Atau memang saya yang sesederhana itu?
Atau sebaliknya?

13 March 2013

The Inductive Detective


Sherlock Holmes and Dr. Watson went on a camping trip. As they lay down for the night, Holmes said: “Watson, look up into the sky and tell me what you see”
Watson: “I see millions and millions of stars”
Holmes: “And what do you conclude from that?”
Watson: “Well, astronomically, it tells me there are millions of galaxies and potentially billions of planets. Astrologically, I observe that Saturn is in Leo. Horologically, I deduce that the time is approximately a quarter past three. Meteorologically, I suspect we will have a beautiful day tomorrow. Theologically I can see that God is all powerful, and that we are small and insignificant part of the universe. But what does it tell you Holmes?”
Holmes: “Watson you idiot! Someone has stolen our tent!”

In the annals of literature, no character is as renowned for his powers of ‘deduction’ as Sherlock Holmes. But the way Holmes operates is not generally by using deductive logic at all. He really uses inductive logic. First he carefully observes the situation, then he generalize form his prior experience.

We don’t know exactly how Holmes arrived at his conclusion, but perhaps it was something like this:
1. I went to sleep in a tent, but now I can see the stars.
2. My intuitive working hypothesis, based on analogies to similar experiences I have had in the past, is that someone has stolen our tent.
3. In testing hypothesis, let’s rule out alternative hypotheses:
a. Perhaps the tent is still here, but someone is projecting a picture of the stars on the roof of my tent. This is unlikely, based on my past experience of human behavior and the equipment that experience tells me would have to be present in the tent and obviosly isn’t.
b. Perhaps the tent blew away. This is unlikely, as my past experiences lead me to conclude that that amount of wind would have wakened me, though perhaps not Watson.
c. Etc.
4. No, I think my original hypothesis is probably correct. Someone has stolen our tent.
See, It’s induction. 

10 March 2013

Scriabin Etudes

These are a few of my favorite etudes:

Scriabin Etude op. 8 no. 12 
(Kissin is such an eye candy)

Scriabin Etude op. 8 no. 5
(Yea it's only slideshows)

Extremely difficult, extremely beautiful, extremely poetic.
You can mock me and my small hands (I can only stretch a 9th) as much as you like, but I'm going to try it anyway. SOMEDAY. HAHAHA.

9 March 2013

Book-cat-worm-errrrr


Sudah beredar di Gramedia. Buku piano untuk pembaca awam. 

Siapapun yang mengenal saya pasti tau betul isi buku tersebut tidak benar-benar saya banget. Judul annoying itu loh. (Judul dari pihak sana yang sepertinya hobi nonton silat). Lalu kata pengantar. (Saya tidak menulis kata pengantar). Lalu di isinya memang ada beberapa yang dihilangkan, dan ada beberapa yang ditambahkan. Ironisnya, di daftar pustaka, sumber-sumber yang tidak dibutuhkan karena dibabnya telah dihilangkan pihak sana, malah tetap ditulis, selain itu juga terdapat banyak sumber-sumber sama yang ditulis dengan ganda yang menandakan ketidaktelitian: bukan saya banget (sok). Terlebih, di akhir buku malah dicantumkan aplikasi handphone yang ada pianonya. (Saya bakal nyinyir: WTH??!! Mau main piano ya main piano, main handphone ya handphone!) Tapi ya sudahlah, incorrigibility seperti itu adalah salah satu faktisitas manusia. Bagaimanapun, saya telah memperoleh pelajaran dari pengalaman ini (Lockean banget).

Kalo dipikir-pikir lagi, hidup saya memang gak jauh-jauh dari buku. Dari TK saya sudah suka baca buku, kalau buku-buku dongeng, komik, dan cerita anak-anak sudah habis saya baca dan belum dibelikan yang baru, saya mengais buku di rak ibu saya (yang tidak jelas) terdiri dari resep masakan, diet, majalah cosmopolitan, dan novel Sidney Sheldon (bacaan yang gawat untuk anak TK).

Sekarang, disebelah kanan tempat tidur saya adalah rak buku yang isinya meluap. Disebelah kiri tempat tidur saya adalah tembok yang dipasangi papan rak buku (lukisan-lukisan saya yang konyol digusur demi buku-buku, kadang kepikiran juga gimana kalo saya mati konyol saat tidur gara-gara ketimpa rak buku sendiri, lukisan-lukisan yang digusur pasti ngetawain saya). Diingat-ingat, pekerjaan pertama saya adalah di umur 15 tahun, menjadi first reader di penerbit buku GagasMedia. Saya merupakan anggota paling muda, seorang anak SMP tengil berkacamata dengan rambut dikeriting dan dicat merah yang ikutan rapat seminggu sekali dengan first reader lain yang merupakan anak-anak kuliahan dan juga pihak penerbit yang memberi rentetan buku yang masuk. Tiap minggunya saya harus membaca, mengevaluasi dan menilai 7 buku untuk membantu penerbit menilai kelayakan buku yang mau dilemparkan ke pasar, dan membantu mengurangi kecintaan saya pada buku (kadang ketemu buku memuakkan). Selama kuliah ini, pekerjaan saya selain ngajar les piano, usher yang senyam-senyum, duta pariwisata yang juga senyam-senyum, ya tentu jadi pembaca buku, entah buku filsafat, buku musik, maupun novel (walaupun sudah agak bete membaca dan sudah enggan memproklamirkan hobi membaca).

Selanjutnya; novel! Didalamnya akan ada darah, air mata, dan keringat (dan mungkin cairan tubuh lainnya). Tapi... Skripsi dulu!

5 March 2013

Cantik Itu Luka


“Jadi kau sepakat bahwa kau jadi pelacurku seumur hidupmu?”
“Tak selama itu. Tapi selama kau mampu, terutama uang dan kemaluanmu.”
“Aku bisa mengganti kemaluanku dengan ujung jari, atau kaki sapi jika kau merasa kurang.”
“Ujung jari telah cukup, asal tahu cara memakainya. Semua perempuan itu pelacur, sebab seorang istri baik-baik pun menjual kemaluannya demi mas kawin dan uang belanja, atau cinta jika itu ada. Menjadi seorang pelacur harus mencintai segalanya, semua orang, semua benda: kemaluan, ujung jari, atau kaki sapi. Aku merasa jadi santa sekaligus sufi.”
“Sebaliknya, cinta membuatku sangat menderita.”
“Kau bisa mencintaiku, tapi kau jangan berharap terlalu banyak dariku, sebab itu tak ada hubungannya dengan cinta.”
“Bagaimana mungkin aku mencintai seseorang yang tak mencintaiku?”

3 March 2013

Cinta?

Cinta. Sebagian diri saya mengernyit ketika mengetik kata tersebut. Sebagian lainnya tidak tahu persis mau berekspresi bagaimana.

Tidak ada yang pernah tahu persis apa definisi dan deskripsi cinta. Setidaknya yang sudah-sudah secara subjektif telah mencoba menjelaskannya, dengan karakter mereka masing-masing. Saya sendiri sepertinya belum sanggup menjelaskan cinta. Mengapa cinta bisa muncul? Mengapa bisa jatuh cinta pada orang tertentu? Saya masih tidak mengerti. Sepertinya perasaan tersebut muncul begitu saja tanpa peringatan efek samping. “Jangan jatuh cinta. Jangan jatuh cinta padanya,” kata suara kecil itu, padahal sudah terlanjur terjatuh, lalu berlagak seperti tidak terjadi apa-apa padahal mondar-mandir didalam lubang. Tiba-tiba saja sudah terseret arus kekacauan samudra perasaan, sebelum akhirnya sadar bahwa sudah terseret, dan menemukan sulitnya berenang melawan arus tersebut (Saya bahkan tidak bisa berenang).

Cinta itu sederhana, tapi manusia kesulitan dengan kesederhanaan itu. Cinta tidak bisa dipaksakan. Cinta tidak bisa ditukar dengan apapun. Biarpun si pengemis cinta segigih budak, memberi ratusan pesan perhatian perhari, ribuan lusin mawar atau uang semilyar, kalau yang dicintai tidak mencintai balik, ya sudah, itulah yang harus diterima. Saya tidak percaya ada kausalitas dalam cinta. Seorang polisi bisa saja jatuh cinta pada seorang penjahat, seorang yang masih muda bisa saja jatuh cinta pada seorang yang umurnya sudah kelipatan dua darinya, atau seorang yang dikelilingi makhluk-makhluk rupawan tiba-tiba jatuh cinta pada seorang yang biasa saja, dan seterusnya. (Hal ini bisa ditelusuri secara psikologis terhadap kecenderungan-kecenderungan tertentu, tapi ya namanya juga cinta)

Cinta=misteri.

Tapi sepertinya saya tahu beberapa gejalanya (mirip seperti penyakit) yang terdiri dari rangkaian serangan panik, gugup, jantung berdebar-debar, telapak tangan basah, tiba-tiba senang, tiba-tiba kesal, susah tidur, susah makan, dan sebagainya.

Kalau cinta itu mirip penyakit, adakah obatnya? Bisakah cinta menular?

Mungkin nanti dimasa depan akan ada ilmuwan yang menciptakan pengobatan penghilang rasa cinta, untuk menghilangkan cinta yang mengganggu  atau menyiksa. Terkadang memang lebih nyaman untuk tidak merasakan apa-apa selain kehampaan.

Mungkin nantinya dialog di ruang praktek dokter akan berurutan seperti ini dari satu ruang ke ruang di sebelahnya:
Dokter: Anda sudah mengidap tumor selama 3 bulan. *lalu menulis resep obat*
Pasien: *shock, beberapa minggu kemudian mati karena shock*
Dokter: Anda sudah mengidap cinta selama 3 bulan. *lalu menulis resep obat*
Pasien: *shock, beberapa minggu kemudian mati karena shock*
Dokter: Ini bukan tumor, hanya benjolan gigitan serangga.
Pasien: Oh. *lega*
Dokter: Ini bukan cinta, hanya nafsu saja.
Pasien: Oh. *lega*

Beberapa cinta, bagaikan penyakit akut, bisa terus ada selama bertahun-tahun. Menempel lekat, entah di hati, di jari, di otak, atau di jiwa, dibawa sampai mati. Beberapa cinta, bagaikan parfum yang disemprotkan, menguap setelah lama terpapar. Menanti semprotan parfum-parfum lainnya.