21 March 2013

Siang Makan Selamat


Benar-benar manis rasanya ketika orang melupakan eksistensi kita sampai mereka memerlukan sesuatu dari kita. Manis seperti saccharine.

Hai. Kemana saja anda beberapa minggu ini? Ada tapi tidak ada. Pedulikah anda pada kondisi saya? Tahukah anda apa saja yang saya lalui? Tahukah anda masalah-masalah saya? Pedulikah anda pada keinginan dan harapan saya yang sebenarnya anda ketahui? Tahukah anda saya peduli pada anda dan ingin anda peduli juga pada saya? Oh, tidak apa-apa, saya tahu anda sibuk dan sangat egois. Sementara saya kelihatannya tidak sibuk dan sangat altruis? Toh saya bisa memenuhi kebutuhan saya sendiri dari bensin sampai makanan. Begitu kan yang anda pikir? Toh saya juga dengan senang hati direpotkan mengantar ini itu yang anda perlukan kalau anda meminta. Sementara kalau kita bertemu pun saya hanya berkesempatan bicara sedikit mengenai keinginan saya yang diacuhkan dengan masa bodoh sementara anda lebih tertarik menceritakan kesenangan hari-hari anda serta orang-orang yang anda temui, makanan yang anda makan, dan sebagainya. Sementara anda tidak akan mau tahu bahwa dua hari terakhir sarapan saya adalah obat maag, makan siang dan malam saya berkisar dari cornflakes dan mie instan. Hari-hari saya dipenuhi tugas dan kerjaan ini dan itu. Jadi kenapa anda ingin dan merasa perlu memajang saya di depan teman-teman anda? Seakan anda bangga pada saya dan peduli sekali pada saya? Seakan kalau saya terlihat manis, berpakaian rapi, dan berdiri tegak itu karena anda? Lalu kita bisa tersenyum di depan mereka? Lalu mereka bermanis-manis memuji kita? Lalu saya bisa pulang dengan gundah seperti biasa?

Mood saya sedang buruk sampai tidak bisa merekayasa diri sebagai sekedar pajangan. Jadi maaf saya tidak bisa kesana. Selamat makan siang, Ma.